Senin, 12 Desember 2016

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS



2.1         Pengertian Penyelesaian Sengketa Bisnis
Penyelesaian sengketa secara konvensional dilakukan melalui sebuah badan yang disebut pengadilan, tetapi lama kelamaan badan pengadilan ini semakin terpasung dalam tembok-tembok yuridis yang sukar ditembusi oleh para pencari keadilan atau pelaku bisnis. Maka dari itu, mulailah dipikirkan alternatif lain untuk menyelesaikan sengketa melalui badan arbitrase. Awalnya, badan penyelesaian sengketa yang bukan pengadilan yang mendapat reaksi dari berbagai pihak dengan tuduhan sebagai peradilan sempalan. Saat ini badan alternatif penyelesaian sengketa sudah diterima secara tegas dimanapun meskipun awalnya mendapat penolakan. Alternatif penyelesaian sengketa, khususnya penyelesaian bisnis yang sangat populer adalah penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase, baik nasional maupun internasional.
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata yang bersifat swasta diluar pengadilan umum yang didasarkan kontrak arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa, dimana pihak penyelesai sengketa atau arbiter dipilih oleh pihak yang bersangkutan, yang terdiri dari orang-orang yang tidak berkepentingan dengan perkara yang bersangkutan, dimana orang-orang tersebut akan memeriksa dan memberi putusan pada sengketa.
Orang yang bertindak sebagai penyelesai sengketa dalam arbritase disebut arbiter. Arbiter  ini, baik tunggal maupun majelis biasanya terdiri dari tiga orang. Di Indonesia syarat-syarat untuk arbiter adalah :
1.        Tegas dalam melakukan tindakan hukum.
2.        Berumur minimal 35 tahun.
3.        Tidak mempunyai hubungan sedarah dengan yang bersengketa.
4.        Tidak mempunyai kepentingan financial atau kepentingan lain atas putusan arbritase.
5.        Mempunyai pengalaman atau menguasai secara aktif dalam bidangnya paling sedikit 15 tahun.
6.        Hakim, jaksa, panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak boleh menjabat menjadi arbiter.
Arbritase baik nasional maupun internasional menggunakan prinsip-prinsip hukum antara lain :
1.        Efisien.
2.        Accessibility ( terjangkau dalam artian biaya, waktu dan tempat).
3.        Proteksi hak para pihak.
4.        Final and binding.
5.        Adil.
6.        Sesuai dengan sense of justice dalam masyarakat.
7.        Kredibilitas.
2.2         Model-Model Penyelesaian Sengketa
1.        Arbitrase
Adalah cara penyelesaian sengketa perdata yang bersifat swasta diluar pengadilan umum yang didasarkan kontrak arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa, dimana pihak penyelesai sengketa atau arbiter dipilih oleh pihak yang bersangkutan, yang terdiri dari orang-orang yang tidak berkepentingan dengan perkara yang bersangkutan, dimana orang-orang tersebut akan memeriksa dan memberi putusan pada sengketa.
2.        Negosiasi
Adalah proses tawar-menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesapakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi antara para pihak. Negosiasi dilakukan jika:
a.         Telah ada sengketa para pihak.
b.         Belum ada sengketa karena masalahnya belum pernah dibicarakan.
Negosiasi yang sederhana adalah negosiasi yang hanya dilakukan oleh pihak yang berkepentingan. Sedangkan negosiasi yang kompleks akan melibatkan seorang negosiator khusus, misalnya lawyer sebagai negosiator. Adapun yang merupakan ciri-ciri seorang negosiator antara lain :
a.         Mampu berfikir secara cepat, tetapi mempunyai kesabaran yang tidak terbatas.
b.         Dapat bersifat manis, tapi meyakinkan.
c.         Dapat mempengaruhi orang tanpa harus menipu.
d.        Dapat menimbulkan kepercayaan tanpa harus mempercayai orang lain.
e.         Dapat mempesona tanpa harus terpesona.
3.        Mediasi
Adalah proses penyelesaian sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan masalah dengan mengundang pihak ketiga yang netral sebagai mediator. Tugas pokok mediator antara lain :
a.         Menciptakan forum-forum, seperti mengundang rapat dan lain-lain.
b.         Mengumpulkan dan membagi informasi.
c.         Memecahkan masalah.
d.        Mengusulkan keputusan atau solusi.
4.        Konsiliasi
        Adalah proses penyelesian sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang netral untuk membantu menemukan solusi yang memuaskan kedua belah pihak yang disebut konsiliator. Konsiliasi mirip dengan mediasi yang membedakaannya adalah adanya kewenangan dari mediasi untuk mengusulkan penyelesaian sengketa, tidak secara teoristis dan tidak dimiliki oleh seorang konsiliasi. Namun demikian, sama seperti mediasi, dalam proses konsiliasi tidak ada kewenangan memberikan keputusan terhadap sengketa. Hal itulah yang membedakan dengan arbritase.
            Beberapa prosedur untuk seorang konsiliator yang terdapat dalam Uncitral Consiliation Rule antara lain:
a.         Konsiliator membantu para pihak secara independen.
b.         Konsiliator berpegang pada prinsip keadilan dan obyektif, dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
·           Hak dan kewajiban para pihak.
·           Kebiasaan dalam perdagangan.
·           Praktek bisnis yang telah terjadi.
c.         Konsiliator dapat menentukan bagaimana proses konsiliasi dianggap layak.
d.        Kosiliator dapat mengajukan proposal penyelesaian sengketa.
5.        Pencari Fakta
Adalah seorang atau tim pencari fakta, baik merupakan pihak independen atau hanya sepihak, untuk melakukan proses pencarian fakta terhadap suatu masalah yang akan menghasilkan suatu rekomendasi yang tidak mengikat. Tugas pencari fakta :
a.         Mengumpulkan fakta.
b.         Memverifikasi fakta.
c.         Menginterpretasi fakta.
d.        Melakukan wawancara.
e.         Melakukan dengar pendapat.
f.          Menarik kesimpulan tertentu.
g.         Memberikan rekomendasi.
h.         Mempublikasikan.
6.        Minitrial atau pengadilan mini
Adalah sistem pengadilan swasta untuk menyelesaikan, memeriksa, dan memutuskan terhadap kasus-kasus perusahaan yang dilakukan oleh seorang manager yang diberi wewenang untuk menegosiasikan suatu settlement di antara para pihak yang bersengketa. Pihak manajer tersebut biasanya merupakan pensiunan dari hakim atau pengacara tetapi bukan merupakan pengacara dari para pihak. Pengadilan mini sering disebut hakim sewaan (Rent-a Judge), yakni seorang yang netral ditunjuk oleh pengadilan untuk menyelesaikan perkara tertentu yang hasilnya nanti diperlakukan seperti putusan pengadilan itu sendiri.
7.        Ombudsman
Merupakan seorang pejabat publik yang independen, yang diangkat oleh parlemen untuk melakukan kritik, investigasi, publikasi terhadap kegiatan administrasi pemerintah, tetapi bukan untuk membatalkan atau menyatakan batal terhadap kegiatan tersebut.
8.        Penilaian Ahli
Terhadap kasus-kasus yang rumit dan memerlukan tenaga ahli, maka dapat menunjuk seorang ahli atau beberapa ahli yang ilmunya relevan dengan bidang yang dipersengketakan, dan kewenangan dari ahli tersebut hanya sebatas memberikan pendapat saja.
9.        Pengadilan Kasus Kecil (Small Claim Court)
Merupakan model pengadilan dalam sistem peradilan biasa, tetapi dengan memakai prosedur dan sistem pembuktian yang sederhana. Pengadilan hanya berwenang mengadili kasus-kasus kecil dengan prosedur cepat dan tidak dibenarkan memakai pengacara.
10.    Pengadilan Adat
Adalah badan-badan pengadilan adat yang saat ini hanya bertugas untuk menyelesaikan masalah-masalah adat saja. Sebagai contoh : Kerapatan Adat Nagari di Minangkabau atau Tuha Peut di Aceh.
2.3         Berbagai Macam Arbitrase
Untuk menyelesaikan berbagai sengketa bisnis, arbitrase adalah penyelesaian sengketa alternatif yang sering dipergunakan. Akan tetapi, dalam praktek terdapat berbagai macam arbitrase, yaitu sebagai berikut :
1.        Arbitrase Mengikat
Merupakan arbitrase yang putusannya bersifat dan final. Jadi, mirip dengan putusan pengadilan yang sudah inkracht.
2.        Arbitrase Tidak Mengikat
Merupakan arbitrase yang putusannya boleh diikuti dan boleh tidak diikuti oleh para pihak. Jadi, mirip dengan fact finding.
3.        Arbitrase Kepentingan
Merupakan arbitrase yang tidak memutus untuk suatu sengketa, tetapi para pihak memakai jasa mereka untuk menciptakan provisi-provisi dalam kontrak oleh para pihak yang telah mengalami jalan buntu.
4.        Arbitrase Hak
Merupakan arbitrase yang memberikan putusan terhadap sengketa di antara para pihak, jadi bukan hanya sekedar membuat provisi dalam kontrak.
5.        Arbitrase Sukarela
Merupakan arbitrase yang dimintakan sendiri oleh para pihak, baik dimintakan dalam kontrak yang bersangkutan ataupun dalam kontrak tersendiri.
6.        Arbitrase Wajib
Merupakan arbitrase yang oleh undang-undang diwajibkan untuk dilakukan. Misalnya, P4P atau P4D di bidang perburuhan wajib dilakukan untuk sengketa perburuhan.
7.        Arbitrase Ad Hoc
Merupakan arbitrase yang tidak ada badannya, tetapi hanya penunjukan orang-orang secara bebas oleh para pihak sesuai kesepakatan antara para pihak, dengan memberlakukan aturan hukum tertentu.
8.        Arbitrase Lembaga
Merupakan model arbitrase yang sudah ada lembaga atau badannya, serta prosedur-prosedur di dalamnya, sehingga para pihak bisa memilih mereka atau badan tersebut yang memilih arbiter untuk mereka. Sebagai contoh: Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
9.        Arbitrase Nasional
Adalah arbitrase dimana para pihak yang bersengketa terjadi antara para pihak dalam satu negara.
10.    Arbitrase Internasional
Adalah arbitrase dimana para pihak yang bersengketa berasal dari negara-negara yang berbeda.
11.    Arbitrase Kualitas
Adalah arbitrase yang berkaitan dengan fakta, sehingga arbitrase harus teliti dalam mengelompokkan fakta tersebut serta menginterpretasi dan menganalisisnya.
12.    Arbitrase Teknis
Adalah arbitrase yang berkaitan dengan hal-hal yang timbul dari penyusunan dan penafsiran suatu kontrak.
13.    Arbitrase Umum
Adalah suatu arbitrase yang berbentuk badan yang mempunyai ruang lingkup di semua bidang hukum. Sebagai contoh: Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
14.    Arbitrase Bidang Khusus
Adalah suatu arbitrase yang berbentuk badan yang tidak mempunyai ruang lingkup di semua bidang hukum, tetapi hanya mempunyai ruang lingkup di bidang hukum tertentu. Misalnya, di Indonesia ada Arbitrase Muamalat, yang khusus menyelesaikan sengketa terhadap bank yang berdasarkan syariat Islam.
2.4         Kelebihan Dan Kekurangan Arbitrase
Terdapat kelebihan dan kekurangan dari suatu arbitrase dibandingkan dengan penyelesaian sengketa lewat pengadilan-pengadilan konvensional. Kelebihan dari arbitrase, antara lain :
1.        Prosedur tidak berbelit sehingga keputusan cepat didapat.
2.        Biaya lebih murah.
3.        Putusan tidak diekspos didepan umum.
4.        Hukum terhadap pembuktian dan prosedur lebih luwes.
5.        Para pihak dapat memilih hukum mana yang diberlakukan oleh arbitrase.
6.        Para pihak dapat memilih sendiri para arbiter.
7.        Dapat dipilih arbiter dari kalangan ahli dalam bidangnya.
8.        Putusan dapat lebih terkait dengan situasi dan kondisi.
9.        Putusan umumnya inkracht ( final and binding).
10.    Putusan arbitrase juga dapat dieksekusi oleh pengadilan , tanpa atau dengan sedikit review.
11.    Prosedur arbitrase lebih mudah dimerngerti oleh masyarakat banyak.
12.    Menutup kemungkinan forum shopping.
Adapun kelemahan penyelesaian sengketa lewat arbitrase, antara lain :
1.        Tersedia dengan baik untuk perusahaan-perusahaan besar, tetapi tidak untuk perusahaan kecil.
2.        Due process kurang terpenuhi.
3.        Kurangnya unsur finality.
4.        Kurangnya power untuk menggiring para pihak ke settlement.
5.        Kurangnya power dalam law enforcement dan eksekusi.
6.        Kurangnya power untuk menghadirkan barang bukti dan saksi.
7.        Dapat menyembunyikan dispute dari public scrutiny.
8.        Tidak dapat menghasilakn solusi yang bersifat preventif.
9.        Putusan tidak dapat diprediksi dan kemungkinan timbulnya keputusan yang saling bertentangan.
10.    Kualitas putusan sangat bergantung pada kualitas arbiter.
11.    Berakibat kurangnya semangat untuk memperbaiki keadilan kovensional.
12.    Berakibat semakin tinggi rasa permusuhan dan hujatan terhadap badan-badan pengadilan konvensional.
2.5         Prosedur Arbitrase
Suatu prinsip penting dalam prosedur penyelesaian sengketa arbitrase adalah bahwa prosedur tersebut sederhana, cepat dan murah. Adapun pokok-pokok prosedur dalam penyelesaian sengketa di arbitrase sebagai berikut :
1.        Permohonan arbitrase oleh pemohon.
2.        Pengangkatan arbiter.
3.        Pengajuan surat tuntutan oleh pemohon.
4.        Penyampaian satu salinan putusan kepada termohon.
5.        Jawaban tertulis dari termohon diserahkan kepada arbiter.
6.        Salinan jawaban diserahkan kepada termohon atas perintah arbiter.
7.        Perintah arbiter agar para pihak menghadap arbitrase.
8.        Para pihak menghadap arbitrase.
9.        Tuntutan balasan dari termohon.
10.    Pemanggilan lagi jika termohon tidak menghadap tanpa alasan yang jelas.
11.    Jika termohon tidak juga menghadap sidang , pemeriksaan diteruskan tanpa kehadiran termohon (verstek) dan tuntutan dikabulkan jika cukup alasan untuk itu.
12.    Jika termohon hadir, diusahakan perdamaian oleh arbiter.
13.    Proses pembuktian.
14.    Pemeriksaan selesai dan ditutup maksimum 180 hari sejak arbitrase terbentuk.
15.    Pengucapan putusan
16.    Putusan diserahkan kepada para pihak.
17.    Putusan diterima oleh para pihak.
18.    Koreksi, tambahan, pengurangan terhadap putusan.
19.    Penyerahan dan pendaftaran putusan ke Pengadilan Negeri yang berwenang.
20.    Permohonan eksekusi didaftarkan di panitera Pengadilan Negeri.
21.    Putusan pelaksanaan dijatuhkan.
22.    Perintah ketua Pengadilan Negeri jika putusan tidak dilaksanakan.
2.6         Eksekusi Putusan Arbitrase
Agar putusan arbitrase benar-benar bermanfaat bagi para pihak, maka harus dieksekusi terlebih dahulu. Eksekusi tersebut dilakukan oleh badan pengadilan yang berwenang. Adapun cara-cara melakukan eksekusi terhadap putusan arbitrase sebagai berikut :
1.        Eksekusi Secara Sukarela
          Merupakan eksekusi yang tidak memerlukan campur tangan dari ketua Pengadilan Negeri manapun, tetapi para pihak melaksanakan sendiri secara sukarela terhadap apa yang telah diputuskan oleh arbitrase yang bersangkutan.
2.        Eksekusi Secara Paksa
          Adalah apabila pihak yang harus melakukan eksekusi tidak mau secara sukarela melaksanakan isi putusan tersebut. Dalam hal ini campur tangan pengadilan diperlukan, yaitu dengan memaksa para pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan tersebut.
          Agar suatu putusan pengadilan dapat dieksekusi secara paksa maka perlu terlebih dahulu dibuat suatu “akta pendaftaran”. Akta pendaftaran adalah suatu pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau di pinggir dari putusan arbitrase asli atau salinan otentik yang ditandatangani bersama oleh panitera Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya yang menyerahkan putusan arbitrase tersebut. Penandatangan tersebut dilakukan pada saat pencatatan dan pendaftaran putusan arbitrase di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak putusan diucapkan. Tindakan penyerahan putusan arbitrase ke pengadilan negeri yang berwenang disebut proses deponir.
          Namun demikian, pengadilan yang berwenang dapat menolak suatu permohonan pelaksanaan putusan arbitrase jika ada alasan untuk itu. Terdahap penolakan tersebut, tersedia upaya hukum kasasi. Sedangkan terhadap putusan ketua Pengadilan Negeri yang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase tidak tersedia upaya hukum apapun. Alasan-alasan yang dapat digunakan oleh pengadilan untuk penolakan ekseskusi putusan arbitrase sebagai berikut :
1)        Arbiter memutuskan melebihi kewenangan yang diberikan kepadanya.
2)        Putusan arbitrase bertentangan dengan kesusilaan.
3)        Putusan arbitrase bertentangan dengan ketertiban umum.
4)        Keputusan tidak melebihi syarat-syarat sebagai berikut:
¨        Sengketa tersebut mengenai perdagangan.
¨        Sengketa tersebut mengenai hak yang menurut hukum di kuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
¨        Sengketa tersebut mengenai hal-hal yang menurut hukum dapat dilakukan perdaimanan.
Suatu sengketa yang dianggap sebagai sengketa perdagangan dapat diputuskan oleh arbitrase jika terjadi sengketa dalam bidang - bidang sebagai berikut :
ü  Perniagaan.
ü  Perbankan.
ü  Keuangan.
ü  Penanaman Modal.
ü  Industri.
ü  Hak atas kekayaan intelektual.