2.1
Pengertian
Penyelesaian Sengketa Bisnis
Penyelesaian sengketa secara konvensional dilakukan melalui sebuah
badan yang disebut pengadilan, tetapi lama kelamaan badan pengadilan ini
semakin terpasung dalam tembok-tembok yuridis yang sukar ditembusi oleh para
pencari keadilan atau pelaku bisnis. Maka dari itu, mulailah dipikirkan
alternatif lain untuk menyelesaikan sengketa melalui badan arbitrase. Awalnya,
badan penyelesaian sengketa yang bukan pengadilan yang mendapat reaksi dari
berbagai pihak dengan tuduhan sebagai peradilan sempalan. Saat ini badan
alternatif penyelesaian sengketa sudah diterima secara tegas dimanapun meskipun
awalnya mendapat penolakan. Alternatif penyelesaian sengketa, khususnya
penyelesaian bisnis yang sangat populer adalah penyelesaian sengketa melalui
lembaga arbitrase, baik nasional maupun internasional.
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata yang bersifat
swasta diluar pengadilan umum yang didasarkan kontrak arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh pihak yang bersengketa, dimana pihak penyelesai sengketa
atau arbiter dipilih oleh pihak yang bersangkutan, yang terdiri dari orang-orang
yang tidak berkepentingan dengan perkara yang bersangkutan, dimana orang-orang tersebut
akan memeriksa dan memberi putusan pada sengketa.
Orang yang bertindak sebagai penyelesai sengketa dalam arbritase
disebut arbiter. Arbiter ini, baik
tunggal maupun majelis biasanya terdiri dari tiga orang. Di Indonesia
syarat-syarat untuk arbiter adalah :
1.
Tegas dalam
melakukan tindakan hukum.
2.
Berumur minimal
35 tahun.
3.
Tidak mempunyai
hubungan sedarah dengan yang bersengketa.
4.
Tidak mempunyai
kepentingan financial atau kepentingan lain atas putusan arbritase.
5.
Mempunyai pengalaman
atau menguasai secara aktif dalam bidangnya paling sedikit 15 tahun.
6.
Hakim, jaksa,
panitera dan pejabat peradilan lainnya tidak boleh menjabat menjadi arbiter.
Arbritase baik nasional maupun internasional menggunakan
prinsip-prinsip hukum antara lain :
1.
Efisien.
2.
Accessibility (
terjangkau dalam artian biaya, waktu dan tempat).
3.
Proteksi hak
para pihak.
4.
Final and
binding.
5.
Adil.
6.
Sesuai dengan
sense of justice dalam masyarakat.
7.
Kredibilitas.
2.2
Model-Model
Penyelesaian Sengketa
1.
Arbitrase
Adalah cara penyelesaian sengketa perdata yang bersifat swasta
diluar pengadilan umum yang didasarkan kontrak arbitrase yang dibuat secara
tertulis oleh pihak yang bersengketa, dimana pihak penyelesai sengketa atau arbiter
dipilih oleh pihak yang bersangkutan, yang terdiri dari orang-orang yang tidak
berkepentingan dengan perkara yang bersangkutan, dimana orang-orang tersebut
akan memeriksa dan memberi putusan pada sengketa.
2.
Negosiasi
Adalah proses tawar-menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu
kesapakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi antara para pihak. Negosiasi
dilakukan jika:
a.
Telah ada
sengketa para pihak.
b.
Belum ada
sengketa karena masalahnya belum pernah dibicarakan.
Negosiasi yang sederhana adalah negosiasi yang hanya dilakukan oleh
pihak yang berkepentingan. Sedangkan negosiasi yang kompleks akan melibatkan seorang
negosiator khusus, misalnya lawyer sebagai negosiator. Adapun yang merupakan
ciri-ciri seorang negosiator antara lain :
a.
Mampu berfikir
secara cepat, tetapi mempunyai kesabaran yang tidak terbatas.
b.
Dapat bersifat
manis, tapi meyakinkan.
c.
Dapat mempengaruhi
orang tanpa harus menipu.
d.
Dapat menimbulkan
kepercayaan tanpa harus mempercayai orang lain.
e.
Dapat mempesona
tanpa harus terpesona.
3.
Mediasi
Adalah proses penyelesaian sengketa berupa negosiasi untuk memecahkan
masalah dengan mengundang pihak ketiga yang netral sebagai mediator. Tugas
pokok mediator antara lain :
a.
Menciptakan forum-forum,
seperti mengundang rapat dan lain-lain.
b.
Mengumpulkan dan
membagi informasi.
c.
Memecahkan masalah.
d.
Mengusulkan keputusan
atau solusi.
4.
Konsiliasi
Adalah proses penyelesian sengketa
berupa negosiasi untuk memecahkan masalah melalui pihak luar yang netral untuk
membantu menemukan solusi yang memuaskan kedua belah pihak yang disebut
konsiliator. Konsiliasi mirip dengan mediasi yang membedakaannya adalah adanya
kewenangan dari mediasi untuk mengusulkan penyelesaian sengketa, tidak secara
teoristis dan tidak dimiliki oleh seorang konsiliasi. Namun demikian, sama
seperti mediasi, dalam proses konsiliasi tidak ada kewenangan memberikan keputusan
terhadap sengketa. Hal itulah yang membedakan dengan arbritase.
Beberapa prosedur
untuk seorang konsiliator yang terdapat dalam Uncitral Consiliation Rule antara
lain:
a.
Konsiliator membantu
para pihak secara independen.
b.
Konsiliator berpegang
pada prinsip keadilan dan obyektif, dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut :
·
Hak dan
kewajiban para pihak.
·
Kebiasaan dalam
perdagangan.
·
Praktek bisnis
yang telah terjadi.
c.
Konsiliator dapat
menentukan bagaimana proses konsiliasi dianggap layak.
d.
Kosiliator dapat
mengajukan proposal penyelesaian sengketa.
5.
Pencari Fakta
Adalah seorang atau tim pencari fakta, baik merupakan pihak
independen atau hanya sepihak, untuk melakukan proses pencarian fakta terhadap
suatu masalah yang akan menghasilkan suatu rekomendasi yang tidak mengikat.
Tugas pencari fakta :
a.
Mengumpulkan fakta.
b.
Memverifikasi fakta.
c.
Menginterpretasi
fakta.
d.
Melakukan wawancara.
e.
Melakukan dengar
pendapat.
f.
Menarik kesimpulan
tertentu.
g.
Memberikan rekomendasi.
h.
Mempublikasikan.
6.
Minitrial atau pengadilan
mini
Adalah sistem pengadilan swasta untuk menyelesaikan, memeriksa, dan
memutuskan terhadap kasus-kasus perusahaan yang dilakukan oleh seorang manager
yang diberi wewenang untuk menegosiasikan suatu settlement di antara para pihak
yang bersengketa. Pihak manajer tersebut biasanya merupakan pensiunan dari
hakim atau pengacara tetapi bukan merupakan pengacara dari para pihak. Pengadilan
mini sering disebut hakim sewaan (Rent-a Judge), yakni seorang yang netral ditunjuk
oleh pengadilan untuk menyelesaikan perkara tertentu yang hasilnya nanti
diperlakukan seperti putusan pengadilan itu sendiri.
7.
Ombudsman
Merupakan seorang pejabat publik yang independen, yang diangkat
oleh parlemen untuk melakukan kritik, investigasi, publikasi terhadap kegiatan
administrasi pemerintah, tetapi bukan untuk membatalkan atau menyatakan batal
terhadap kegiatan tersebut.
8.
Penilaian Ahli
Terhadap kasus-kasus yang rumit dan memerlukan tenaga ahli, maka
dapat menunjuk seorang ahli atau beberapa ahli yang ilmunya relevan dengan bidang
yang dipersengketakan, dan kewenangan dari ahli tersebut hanya sebatas
memberikan pendapat saja.
9.
Pengadilan
Kasus Kecil (Small Claim Court)
Merupakan model pengadilan dalam sistem peradilan biasa, tetapi
dengan memakai prosedur dan sistem pembuktian yang sederhana. Pengadilan hanya
berwenang mengadili kasus-kasus kecil dengan prosedur cepat dan tidak
dibenarkan memakai pengacara.
10.
Pengadilan Adat
Adalah badan-badan pengadilan adat yang saat ini hanya bertugas
untuk menyelesaikan masalah-masalah adat saja. Sebagai contoh : Kerapatan Adat
Nagari di Minangkabau atau Tuha Peut di Aceh.
2.3
Berbagai Macam
Arbitrase
Untuk menyelesaikan berbagai sengketa bisnis, arbitrase adalah
penyelesaian sengketa alternatif yang sering dipergunakan. Akan tetapi, dalam praktek
terdapat berbagai macam arbitrase, yaitu sebagai berikut :
1.
Arbitrase
Mengikat
Merupakan arbitrase yang putusannya bersifat dan final. Jadi, mirip
dengan putusan pengadilan yang sudah inkracht.
2.
Arbitrase Tidak
Mengikat
Merupakan arbitrase yang putusannya boleh diikuti dan boleh tidak
diikuti oleh para pihak. Jadi, mirip dengan fact finding.
3.
Arbitrase
Kepentingan
Merupakan arbitrase yang tidak memutus untuk suatu sengketa, tetapi
para pihak memakai jasa mereka untuk menciptakan provisi-provisi dalam kontrak oleh
para pihak yang telah mengalami jalan buntu.
4.
Arbitrase Hak
Merupakan arbitrase yang memberikan putusan terhadap sengketa di
antara para pihak, jadi bukan hanya sekedar membuat provisi dalam kontrak.
5.
Arbitrase
Sukarela
Merupakan arbitrase yang dimintakan sendiri oleh para pihak, baik
dimintakan dalam kontrak yang bersangkutan ataupun dalam kontrak tersendiri.
6.
Arbitrase Wajib
Merupakan arbitrase yang oleh undang-undang diwajibkan untuk
dilakukan. Misalnya, P4P atau P4D di bidang perburuhan wajib dilakukan untuk
sengketa perburuhan.
7.
Arbitrase Ad
Hoc
Merupakan arbitrase yang tidak ada badannya, tetapi hanya
penunjukan orang-orang secara bebas oleh para pihak sesuai kesepakatan antara
para pihak, dengan memberlakukan aturan hukum tertentu.
8.
Arbitrase
Lembaga
Merupakan model arbitrase yang sudah ada lembaga atau badannya,
serta prosedur-prosedur di dalamnya, sehingga para pihak bisa memilih mereka
atau badan tersebut yang memilih arbiter untuk mereka. Sebagai contoh: Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI).
9.
Arbitrase
Nasional
Adalah arbitrase dimana para pihak yang bersengketa terjadi antara
para pihak dalam satu negara.
10.
Arbitrase
Internasional
Adalah arbitrase dimana para pihak yang bersengketa berasal dari
negara-negara yang berbeda.
11.
Arbitrase
Kualitas
Adalah arbitrase yang berkaitan dengan fakta, sehingga arbitrase
harus teliti dalam mengelompokkan fakta tersebut serta menginterpretasi dan menganalisisnya.
12.
Arbitrase
Teknis
Adalah arbitrase yang berkaitan dengan hal-hal yang timbul dari
penyusunan dan penafsiran suatu kontrak.
13.
Arbitrase Umum
Adalah suatu arbitrase yang berbentuk badan yang mempunyai ruang
lingkup di semua bidang hukum. Sebagai contoh: Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI).
14.
Arbitrase
Bidang Khusus
Adalah suatu arbitrase yang berbentuk badan yang tidak mempunyai
ruang lingkup di semua bidang hukum, tetapi hanya mempunyai ruang lingkup di
bidang hukum tertentu. Misalnya, di Indonesia ada Arbitrase Muamalat, yang
khusus menyelesaikan sengketa terhadap bank yang berdasarkan syariat Islam.
2.4
Kelebihan Dan
Kekurangan Arbitrase
Terdapat kelebihan dan kekurangan dari suatu arbitrase dibandingkan
dengan penyelesaian sengketa lewat pengadilan-pengadilan konvensional.
Kelebihan dari arbitrase, antara lain :
1.
Prosedur tidak
berbelit sehingga keputusan cepat didapat.
2.
Biaya lebih
murah.
3.
Putusan tidak
diekspos didepan umum.
4.
Hukum terhadap
pembuktian dan prosedur lebih luwes.
5.
Para pihak dapat
memilih hukum mana yang diberlakukan oleh arbitrase.
6.
Para pihak
dapat memilih sendiri para arbiter.
7.
Dapat dipilih
arbiter dari kalangan ahli dalam bidangnya.
8.
Putusan dapat lebih
terkait dengan situasi dan kondisi.
9.
Putusan umumnya
inkracht ( final and binding).
10.
Putusan
arbitrase juga dapat dieksekusi oleh pengadilan , tanpa atau dengan sedikit
review.
11.
Prosedur
arbitrase lebih mudah dimerngerti oleh masyarakat banyak.
12.
Menutup
kemungkinan forum shopping.
Adapun
kelemahan penyelesaian sengketa lewat arbitrase, antara lain :
1.
Tersedia dengan
baik untuk perusahaan-perusahaan besar, tetapi tidak untuk perusahaan kecil.
2.
Due process
kurang terpenuhi.
3.
Kurangnya unsur
finality.
4.
Kurangnya power
untuk menggiring para pihak ke settlement.
5.
Kurangnya power
dalam law enforcement dan eksekusi.
6.
Kurangnya power
untuk menghadirkan barang bukti dan saksi.
7.
Dapat
menyembunyikan dispute dari public scrutiny.
8.
Tidak dapat
menghasilakn solusi yang bersifat preventif.
9.
Putusan tidak
dapat diprediksi dan kemungkinan timbulnya keputusan yang saling bertentangan.
10.
Kualitas
putusan sangat bergantung pada kualitas arbiter.
11.
Berakibat
kurangnya semangat untuk memperbaiki keadilan kovensional.
12.
Berakibat
semakin tinggi rasa permusuhan dan hujatan terhadap badan-badan pengadilan
konvensional.
2.5
Prosedur
Arbitrase
Suatu
prinsip penting dalam prosedur penyelesaian sengketa arbitrase adalah bahwa
prosedur tersebut sederhana, cepat dan murah. Adapun pokok-pokok prosedur dalam
penyelesaian sengketa di arbitrase sebagai berikut :
1.
Permohonan
arbitrase oleh pemohon.
2.
Pengangkatan
arbiter.
3.
Pengajuan surat
tuntutan oleh pemohon.
4.
Penyampaian
satu salinan putusan kepada termohon.
5.
Jawaban
tertulis dari termohon diserahkan kepada arbiter.
6.
Salinan jawaban
diserahkan kepada termohon atas perintah arbiter.
7.
Perintah
arbiter agar para pihak menghadap arbitrase.
8.
Para pihak
menghadap arbitrase.
9.
Tuntutan
balasan dari termohon.
10.
Pemanggilan
lagi jika termohon tidak menghadap tanpa alasan yang jelas.
11.
Jika termohon
tidak juga menghadap sidang , pemeriksaan diteruskan tanpa kehadiran termohon (verstek)
dan tuntutan dikabulkan jika cukup alasan untuk itu.
12.
Jika termohon
hadir, diusahakan perdamaian oleh arbiter.
13.
Proses
pembuktian.
14.
Pemeriksaan
selesai dan ditutup maksimum 180 hari sejak arbitrase terbentuk.
15.
Pengucapan
putusan
16.
Putusan
diserahkan kepada para pihak.
17.
Putusan
diterima oleh para pihak.
18.
Koreksi,
tambahan, pengurangan terhadap putusan.
19.
Penyerahan dan
pendaftaran putusan ke Pengadilan Negeri yang berwenang.
20.
Permohonan
eksekusi didaftarkan di panitera Pengadilan Negeri.
21.
Putusan
pelaksanaan dijatuhkan.
22.
Perintah ketua
Pengadilan Negeri jika putusan tidak dilaksanakan.
2.6
Eksekusi
Putusan Arbitrase
Agar
putusan arbitrase benar-benar bermanfaat bagi para pihak, maka harus dieksekusi
terlebih dahulu. Eksekusi tersebut dilakukan oleh badan pengadilan yang
berwenang. Adapun cara-cara melakukan eksekusi terhadap putusan arbitrase
sebagai berikut :
1.
Eksekusi Secara
Sukarela
Merupakan eksekusi
yang tidak memerlukan campur tangan dari ketua Pengadilan Negeri manapun,
tetapi para pihak melaksanakan sendiri secara sukarela terhadap apa yang telah
diputuskan oleh arbitrase yang bersangkutan.
2.
Eksekusi Secara
Paksa
Adalah apabila pihak
yang harus melakukan eksekusi tidak mau secara sukarela melaksanakan isi
putusan tersebut. Dalam hal ini campur tangan pengadilan diperlukan, yaitu
dengan memaksa para pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan tersebut.
Agar suatu putusan
pengadilan dapat dieksekusi secara paksa maka perlu terlebih dahulu dibuat
suatu “akta pendaftaran”. Akta pendaftaran adalah suatu pencatatan dan
penandatanganan pada bagian akhir atau di pinggir dari putusan arbitrase asli
atau salinan otentik yang ditandatangani bersama oleh panitera Pengadilan
Negeri dan arbiter atau kuasanya yang menyerahkan putusan arbitrase tersebut. Penandatangan
tersebut dilakukan pada saat pencatatan dan pendaftaran putusan arbitrase di
Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak putusan diucapkan.
Tindakan penyerahan putusan arbitrase ke pengadilan negeri yang berwenang
disebut proses deponir.
Namun demikian,
pengadilan yang berwenang dapat menolak suatu permohonan pelaksanaan putusan
arbitrase jika ada alasan untuk itu. Terdahap penolakan tersebut, tersedia
upaya hukum kasasi. Sedangkan terhadap putusan ketua Pengadilan Negeri yang
mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase tidak tersedia upaya hukum apapun.
Alasan-alasan yang dapat digunakan oleh pengadilan untuk penolakan ekseskusi
putusan arbitrase sebagai berikut :
1)
Arbiter
memutuskan melebihi kewenangan yang diberikan kepadanya.
2)
Putusan
arbitrase bertentangan dengan kesusilaan.
3)
Putusan
arbitrase bertentangan dengan ketertiban umum.
4)
Keputusan tidak
melebihi syarat-syarat sebagai berikut:
¨
Sengketa
tersebut mengenai perdagangan.
¨
Sengketa
tersebut mengenai hak yang menurut hukum di kuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.
¨
Sengketa
tersebut mengenai hal-hal yang menurut hukum dapat dilakukan perdaimanan.
Suatu sengketa yang dianggap sebagai sengketa perdagangan dapat diputuskan
oleh arbitrase jika terjadi sengketa dalam bidang - bidang sebagai berikut :
ü Perniagaan.
ü Perbankan.
ü Keuangan.
ü Penanaman Modal.
ü Industri.
ü Hak atas kekayaan intelektual.